Mengenal Jamu Lebih Dalam Dari Maknanya
Mengenal Jamu Lebih Dalam Dari Maknanya

Jamu

Apa yang ada di pikiranmu ketika mendengar kata jamu? Kapan terakhir kamu minum jamu? Apa jamu favoritmu?

Begitu mendengar kata jamu pasti yang ada di pikiran kita adalah pahit. Bisa dibilang ketika dewasa jamu bukanlah menjadi pilihan untuk diminum, termasuk saya. Meski udah banyak produk jamu yang populer di pasaran, tetap saja bayang-bayang akan rasa pahit masih susah dilupakan.

Jamu begitu populer bagi masyarakat Indonesia, bahkan banyak juga orang dari luar negeri yang datang ke negara kita ini untuk menikmati jamu sebagai asupan bagi tubuhnya. Hal ini membuat saya semakin penasaran dengan jamu, akhirnya saya mencari orang yang sudah mengenal jamu sejak lama untuk mencari jawabannya.

Saya bertanya tentang jamu kepada Chef Arifsprings, founder Djamoekoe; merupakan usaha rumahan dengan konsep natural heritages business category. Dikatan olehnya jamu berasal dari kata Djamoe yang terdiri dari “djampi” yang berarti doa, dan “oesoedo” yang berarti kesehatan. Jadi jamu adalah doa untuk kesehatan.

“Bahasa sekarangnya bisa juga disebut ancient wellness wisdom, ” ujar Chef Arif yang dihubungi melalui surel. “Djampi di sini bukan berarti sesuatu yang klenik tapi merupakan doa yang diucapkan dalam bentuk mantra, beberapa di antaranya ditulis dalam kitab ‘ Bab kawruh jampi ’ selain itu juga tertulis di beberapa manuscript dalam bentuk lontar.”

Di Indonesia ada tiga daerah yang masih menyimpan dan melestarikan tanda bukti keleluhuran jamu; Jawa, Bali, dan Bugis.

“Di Bali dikenal dengan ‘ lontar oesoedo ’ dalam setiap kitab atau lontar diterangkan tentang sistem penyembuhan untuk setiap penyakit contohnya seperti ‘ lontar oesoedo dalem, ’ lontar ini khusus untuk kategori penyakit dalam atau seperti diabetes, kolesterol, darah tinggi dan lain sebagainya.”

“Dalam lontar tersebut dituliskan dari mana asal penyakitnya, bagaimana penyembuhannya bahkan diet apa yang akan membantu untuk penyembuhan in term prevention. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa jamu merupakan kekayaan warisan leluhur yang memang harus dilestarikan bersama-sama,” tambahnya.

Selain itu saya juga bertemu dengan Jony Yuwono, founder Acaraki; kafe jamu di bilangan Kota Tua. Membawa misi untuk lebih mengenalkan jamu ke pada orang banyak dengan gaya baru. Mereka menyebutnya “Jamu New Wave” yang membawa pengalaman baru dalam minum jamu.

Pembicaraan kami bermula dari sejarah jamu yang hingga kini masih sering kita temukan. Ternyata jamu udah ada dalam relief Candi Borobudur yang dibangun pada abad kedelapan hingga abad kesembilan. Di situ terdapat relief mengenai pengobatan menggunakan jamu, pada masa itu jamu udah dijadikan sebagai alat penyembuhan.

“Di zaman Majapahit melalui prasasti madhawapura ada profesi jamu,” katanya. Ditambah lagi ada juga catatan yang menyatakan di zaman Majapahit jamu merupakan minuman kerajaan dan hanya disajikan pada raja dan tamu-tamu agung.

“Sekarang kata jamu sendiri menjadi double standard. Ada yang mengartikan mbok-mbok penjual jamu ada juga yang mengartikan dengan makna yang lebih fancy. Kalau saya bilang ‘saya akan menjamu kamu,’ nggak mungkin diajak minum jamu di pinggir jalan kan? Yang pasti kalo kita menjamu akan diberikan yang terbaik. Dalam kata lain entertain lavishly,” ujar Jony yang udah meriset tentang jamu sejak tahun 2014.

Setelah kerajaan Majapahit runtuh, kerajaan Mataram yang berkuasa dengan sultan agungnya ingin menunjukkan bahwa ia masih ada relasi dengan Majapahit. Sehingga ia membuka delapan resep jamu kepada rakyatnya yang selama ini hanya menjadi jamuan untuk tamu agung.

Dengan resep-resep ini akhirnya bisa dibuat oleh bapak-bapak atau ibu-ibu terutama yang kemudian dijual berkeliling hingga semua orang bisa merasakannya.

“Kalo ada yang bertanya kenapa delapan resep jamu? Karena delapan ini merupakan simbol kerajaan Majapahit yaitu ‘ wilwatikta’ yang berbentuk seperti matahari bersudut delapan. Masing-masing sudut diartikan dengan masing-masing jamu yang merefleksikan kehidupan manusia,” ujar Jony yang udah membuka Acaraki selama satu tahun.

Kedelapan yang dimaksud tersebut adalah:

1. Kunyit asam

Digambarkan ketika manusia berusia di bawah sembilan tahun. Sesuai rasanya manis-manis ada asamnya. Makanya suka ada istilah ‘kurang asam’ sebagai kata umpatan.

2. Beras kencur

Digambarkan ketika manusia berusia sembilan - 17 tahun. Rasanya itu manis-manis namun ada pedasnya. Sehingga ada istilah ‘masih bau kencur’ untuk menandakan seseorang masih di bawah umur.

3. Cabe puyang; cabai jawa dan lempuyang

Rasanya pedas, sama seperti umur-umur remaja 17 - 24 tahun yang semangatnya membara dan berapi-api.

4. Pahitan, sambiloto, dan temulawak

Rasanya yang pahit digambarkan untuk usia 24 - 32 tahun. Di mana di usia tersebut kita merasakan sesuatu untuk pertama kalinya. Seperti pertama kali bekerja, menikah, punya anak, dan lain-lain semua terasa pahit. Di sinilah klimaks dari hidup manusia. Karena setelahnya juga terasa pahit, tapi nggak sepahit di fase yang satu ini.

5. Kunci suruh

Temu kunci dan suruh menggambarkan manusia pada usia 32 - 40 tahun, dengan rasanya yang nggak terlalu pahit malah cenderung tawar dan pedas. yang artinya kunci di mana kita memerhatikan sikap, prilaku, dan lain-lainnya. Karena di usia tersebut jika ada sifat atau kebiasaan buruk akan sulit untuk diubah.

6. Kudu laos; mengkudu yang dicampur dengan laos / lengkuas

Untuk menggambarkan usia 40 - 48 tahun. Rasanya yang pahit namun nggak sepahit pahitan. Lengkuas itu rasanya pedas, tapi lebih ke hangat. Karena di umur tersebut akan lebih hangat bersama keluarga.

7. Gepyokan; campuran dari keenam resep jamu di atas

Adalah campuran dari kunyit, kencur, lempuyang, temulawak, temukunci, dan lengkuas. Jika diteliti lagi dari keenam bahan jamu tersebut adalah tanaman berakar. Jadi di usia 48 - 56 tahun ini merupakan gabungan dari semua bahan berakar tersebut (pengalaman) dan masa di mana seseorang mulai berkarya. Seorang presiden biasanya berada di antara usia ini, juga seseorang yang menjadi CEO, direktur dan lainnya yang juga digambarkan dari jamu berakar tersebut, menandakan seseorang harus berakar kuat.

8. Sinom; kunyit asam dan daun asam

Menggambarkan untuk usia 57 tahun ke atas. Rasanya manis-manis asam, seperti kembali ke awal tapi ada daun asamnya.

Itulah tadi pembahasan mengenai jamu. Di artikel berikutnya kami akan membahas mengenai profil Chef Arifsprings dan Kafe Jamu Acaraki. Nantikan artikelnya ya!

Lion Haloho