Mempertahankan Budaya Melalui Rasa ala Wira Hardiyansyah
Mempertahankan Budaya Melalui Rasa ala Wira Hardiyansyah

Makanan mampu melukiskan kejayaan dan kekayaan budaya yang tetap dipertahankan oleh sebagian suku di Indonesia sampai sekarang.

Makanan mampu melukiskan kejayaan dan kekayaan budaya yang tetap dipertahankan oleh sebagian suku di Indonesia sampai sekarang.

Terbentang lebih dari 17.000 pulau di Indonesia dengan berbagai bahasa dan budaya, keberagaman Indonesia tentu saja tidak hanya berpengaruh kepada penduduknya semata, melainkan juga keberagaman kulinernya. Tak ayal, banyaknya variasi makanan tersebut bisa saja menimbulkan kebingungan saat kita mulai menceritakan tentang keaslian suatu hidangan,

Keingintahuan dalam membedah rasa asli kuliner khas Nusantara pun, walhasil membawa Wira Hardiyansyah ke dalam petualangan baru. Mulai dari kejayaan di masa lampau, kebanggaan akan kekayaan budaya yang tetap dipertahankan oleh sebagian suku di Indonesia, hingga keresahannya akan sajian asli yang mulai perlahan-lahan tergeser karena kecepatan era teknologi.

Endeus (E): Apa yang membawa Wira akan kesadaran pentingnya menjaga kuliner Indonesia?

Wira (W) Saat saat tengah berkerja selaku CDP (Chef de Partie) Pastry di luar negeri, orderan outside catering dari KBRI datang menghampiri tempat saya berkerja.

Saat itu mereka meminta sajian bercita rasa khas Nusantara untuk suatu acara khusus. Ini sebetulnya bukan kali pertama order tersebut hadir. Sebelumnya sajian-sajian tersebut dibuat oleh salah satu rekan ras Melayu. Karena saya merupakan orang asli Indonesia, maka sayal ah yang akhirnya ditugaskan menangani sajian di event tersebut. Padahal, saya bisa dibilang buta dengan hidangan-hidangan Indonesia! ha.ha..ha….

E: Lantas, apa yang terjadi ?

W: Walaupun tidak ada yang complain dengan hidangan yang saya sajikan. Momen itu membuat saya seolah tertampar. Saya berpikir, jangan-jangan mereka yang menyantap sajian saya juga tidak paham pakem sebenar-benarnya makanan Indonesia sehingga tidak ada keluhan.

Feedback yang didapat sebenarnya baik karena makanan yang saya buat dianggap Enak. Mendengarnya, saya malah jadi gatal sendiri. Enak tapi tidak merepresentasikan hidangan asli, kok rasanya canggung.

E: Lalu langkah apa yang Wira lakukan setelah itu?

W: Tidak lama setelah kontrak saya selesai dan saya pulang ke Indonesia, saya pun mengutarakan maksud untuk berguru masakan rumahan kepada alm. Ibu saya. Beliau menyarankan saya memasak sajian Lodeh. Saya mendengarkan beliau menjelaskan bumbu dan bahan yang digunakan.

Karena pengalaman memasak saya berangkat dari hot kitchen , saya presentasikanlah Lodeh dengan gaya saya. Hasilnya, tentu saja dibilang tidak lulus lidah sensor. Ibu saya bahkan berkata: “Yang kamu masak ini bukan lodeh! sejatinya, lodeh itu sayurannya harus lodoh alias kelewat matang . Saya berpikir, kalo makanan dimasak sampai over cooked kan aneh. Tapi saya memiliki perspektif baru saat itu. Jika makanan tidak terasa lezat, ya dia tidak akan bertahan. Saya pun mulai ter- restart kembali di momen itu dan bertekad mempelajari rasa asli makanan-makanan yang memang saya biasa santap.

E: Apakah tercetus ketakutan Wira saat melepaskan karier yang sudah kamu bangun saat itu?

W: Tidak ada! Saya bawa santai saja arahnya mau ke mana. Keingintahuan tersebut juga menimbulkan pertanyaan baru yang selalu saya lontarkan ke orang-orang “Coba pikirkan, sebagai pemasak asli Indonesia, kamu lebih malu tidak bisa masak sushi atau tidak bisa masak nasi kuning komplit?”

E: Bagaimana perjalanan Wira mencari perjalanan kuliner Indonesia dimulai?

W: Setelah akhirnya beberapa makanan saya pelan-pelan bisa diterima Ibu, saya pun mulai berpikiran ke angle-angle lain tentang makanan Indonesia. Sesederhana saat saya penasaran mengapa lauk nasi uduk di pagi hari bisa berbeda dengan malam hari. Berbekal pertanyaan di kepala saya tersebut, saya pun lempeng saja bertanya ke orang-orang sekitar yang mungkin bisa menjawab pertanyaan saya seperti warga asli sekitar yang tidak sengaja saya temui.

Saya pun memperkaya informasi yang saya dapatkan lewat berbagai bacaan dan berdiskusi lebih luas kepada teman yang memiliki bidang ahli di bidang sejarah atau kuliner.

E: Apa yang Wira dapatkan setelah itu?

W: Makanan erat dan membentuk suatu kebudayaan. Semakin saya mengetahui, saya semakin bangga dengan keberagaman budaya yang dimiliki Indonesia.

E: Apa tujuan akhir Wira dalam mencari cerita asli kuliner-kuliner Indonesia?

W: Awalnya tujuan saya berkeliling mencari pemahaman asli tentang kuliner, sebagai jurnal untuk saya sendiri. Saya senang banyak yang merasakan manfaatnya dari apa yang saya sampaikan melalui berbagai platform media sosial saya (instagram: @wirahardiyansyah ). Pesan saya, makanan sama halnya dengan budaya. Ia bisa saja punah jika bukan kita orang Indonesia asli yang tidak merawatnya dengan baik (E)

Ayu Nainggolan

Pemuja rasa dan penikmat cerita

Ikuti Instagram