Joongla, "Hutan" Penuh Warna dan Rasa di Pasar Cihapit
Joongla, "Hutan" Penuh Warna dan Rasa di Pasar Cihapit

Menempati kios mungil.di Pasar Cihapit, Joongla menawarkan konsep makan unik - Fun Dining (Foto: Dok. Prbadi Dynna)

Pasar Cihapit Bandung jadi ruang eksplorasi artisan. Endeus bertemu dengan salah satunya, Dynna, kreator Joongla fun dining yang ramai di Social Media

Pandangan Farah Mauludynna (Dynna) seolah terpaku kala memandangi para pengerja bangunan memasang berbagai perkakas masak skala restoran, ke dalam kios miliknya di dalam Pasar Cihapit - Bandung. Di area pasar yang sempit dan jauh dari kesan shopisticated, dirinya mantap memilih ruangan kurang dari 5m2, untuk melahirkan Joongla - konsep Pop Up Fine Dinning, yang masih cukup awam di kalangan anak muda Kota Kembang.

Tingkahnya lincah, mulai dari bercanda dan mencicipi kuliner sesama tenant, mengobrol petugas pasar, sampai membuat konten time-lapse untuk media promosi. "Asli makin deg-degan nih pas mau opening. Udah gitu, Joongla ini juga udah mundur jadwalnya dari tahun lalu, sampe sering diledekin jadi buka ga sih sama yang lain, hehehhe " ujarnya sambil terkekeh.

Mimpi dan semangatnya dalam menciptakan pengalaman makan berkesan, dengan mengusung barang lokal yang diracik secara serius namun dengan harga terjangkau ini, menjadi salah satu dari sekian tujuan para artisan kuliner, yang belakangan menempati pasar yang sudah beroperasi dari tahun 1947 ini.

Sehari-hari, Pasar Cihapit memang sudah akrab bagi para warga Bandung, berkat bertaburnya kuliner rasa jempolan. Tampilannya yang bersih, juga kerap dijadikan percontohan bagi pasar-pasar tradisional yang ada di Bandung. Beberapa tahun belakang, para pengunjung Pasar Cihapit uniknya menjadi semakin muda. Menyambangi pasar dengan tampilan trendi untuk mencicipi makanan di kios nyentrik rupanya jadi kesenangan baru warga Bandung dan masyarakat dari kota lain yang tengah berwisata.

Lantas, apa saja cerita di balik proses pembuatan Joongla dan amunisi di balik mimpi yang perlahan ia wujudkan di dunia nyata tersebut?

ENDEUS: Kenapa Dynna bisa kepikiran untuk membuka Joongla?

Dynna: Sebenernya sebagai praktisi branding , hampir beberapa tahun terakhir saya seolah didekatkan ke acara atau project dengan segment kuliner. Semakin saya selami, semakin saya sadar banyak kuliner Nusantara yang belum mendapat perhatian lebih, tapi memiliki banyak potensi jika diperkenalkan dengan cara baru dan seru! Terpantik atas tiga situasi dan kondisi yaitu minimnya akses terhadap literasi gastronomi Indonesia, ketidakseimbangan pola konsumsi masyarakat di kota besar atas pilihan panjang di balik keputusan mengonsumsi makanan, dan belum adanya ekosistem yang mendukung tumbuhnya jejaring antar titik shareholder (akademisi, pemerintah, swasta, & komunitas) untuk berkomunikasi langsung tentang isu-isu di area pangan dan gastronomi Indonesia, saya tergerak untuk menerjemahkan kegelisahan saya lewat Joongla.

ENDEUS: Kepedulian apa yang ingin Dynna angkat lewat Joongla?

Dynna: Joongla hadir dirancang menjadi pop-up dining experience sebagai pilihan alternatif dari fine dining yang belum bisa diraih oleh banyak kelas menengah). Saya barengan juga dengan Rasyad dan Nunu, di mana keduanya memang berprofesi sebagai Chef Professional yang juga seneng ngulik-ngulik kuliner Nusantara, bersinergi untuk nyiptain dinning experience dengan menggunakan bahan lokal berkualitas, yang diramu menjadi sesuatu yang memiliki tampilan unik dan berbeda.

ENDEUS : Proses Pasar Cihapit disulap jadi 'it place' dan berhasil menyedot banyak pengunjung baru, seolah cukup cepat dan matang ya. Bagaimana menurut Dynna?

Dynna: Di Bandung, budaya ngariung (ngumpul-red), terus jadi satu gerakan beneran gampang banget dilakukan, semacam Gaskeun we lah! Nah kebetulan hasil obrol-obrol sama teman-teman yang ada di Pasar Cihapit ini, semuanya semacam kompak melihat area ini menjadi playground untuk mencurahkan waktu dan menampilkan sebaik-baiknya apa yang kami bisa dan punya. Jadi, saling nyicipin makanan antar tenant dan ngasih input biar semakin maju juga santai saja dikomunikasikan. Nilai plusnya, banyak network baru juga yang kami dapatkan

ENDEUS: Lalu apa lagi yang berkesan dari proses adanya Joongla di Pasar Cihapit ini?

Dynna: Satu yang saya syukuri, ga ada gesekan dari para pemiliki kios pasar Cihapit yang sudah ada sebelumnya, ataupun rasa terancam dengan kami yang baru-baru ini. Karena kerennya lagi, pemilik kedai makan Ma Eha yang sudah masuk kategori legend di sini, malah "merangkul" kami-kami yang muda ini sewaktu datang pertama kali. Jadi, kami pun merasa semakin erat antara satu tenant dan lainnya, baik yang baru ataupun sudah lama.

ENDEUS: Terakhir, apa harapan Dynna dengan dibukanya Joongla?

Dynna: Kalau lewat Joongla, orang jadi setidaknya nengok makanan Indonesia itu bisa seseru apa dan syukur-syukur tergerak untuk lebih peduli dalam melestarikan kekayaan pangan Nusantara, menurut saya ini sudah lebih dari cukup dulu lah untuk langkah awal. Sisanya, biar semesta bawa ke mana, saya pasrahkan aja. Tapi, untuk urusan profit , pelan-pelan sambil coba saya pikirkan lagi kali ya hahahhaha

Pop-up dining pertama Joongla telah berlangsung di akhir Juli saat artikel ini tengah dibuat. Melalui tema Malu-malu Kuciang Sumatera, kehadiran Joongla menuai sukses dan respon positif di berbagai platform media sosial. Reservasi dapat dilakukan melalui https://www.instagram.com/joongla/

Ayu Nainggolan

Pemuja rasa dan penikmat cerita

Ikuti Instagram